Film Dua Garis Biru dan Ibuku


Sebenarnya udah berhari-hari yang lalu saya menonton film Dua Garis Biru, tapi sampai sekarang ada kurang kalau pengalaman nonton film ini mangkrak di ingatan. Ada rasa bersalah (hahaha) kalau nggak saya tuliskan di blog dan berbagi dengan kalian.

Sebelumnya mon maaf dulu nih ya. Ini bukan review yang akan membahas soal kesutradaraan, sinematik ala-ala atau apalah you name it. Tulisan ini hanya berbagi pengalaman dan bukti kalau film Dua Garis Biru segitu dahsyatnya buat saya.

Premis utama cerita yang sederhana buat saya nggak banyak-banyak berekspektasi
Photo by Starvision
Dari trailer yang udah jauh-jauh hari saya liat, film ini menceritakan tentang kehamilan di luar nikah yang dialami oleh sepasang anak SMA. Well, cerita kayak gini mungkin terdengar biasaaa banget. Makanya sejak awal berniat nonton film ini, saya nggak banyak-banyak berekspektasi. Pure untuk mencari hiburan dari penatnya pekerjaan.

Namun setelah keluar dari bioskop, cerita kehamilan di luar nikah ini sukses buat mata sembab, hidung merah dan langsung ingat ibu saya di rumah.

Sembabnya mata saya dan ingat ibu di rumah merupakan bukti bahwa cerita kehamilan di luar nikah Dara (Zara JKT48) ini luar biasa mengguncang batin saya selama 2 jam menonton. Iya sih ceritanya soal kehamilan di luar nikah, tapi pengemasannya itu lho! Dua jempol~

Iya, iya, ini saya certain kenapa bisa ngasih dua jempol dan nangis tiada henti

Kejadian hamil di luar nikah ini bukan hal yang baru di hidup saya. Sorry to say, 3 dari saudara saya mengalami itu. Begitu lulus SMA, lalu merantau untuk kuliah, eh pulang-pulang ngabarin kalau telat datang bulan. Lalu gegerlah keluarga besar. Kejadian ini berulang sampai 3 kali. Sampai saya berpikir jangan-jangan ini kutukan untuk keluarga besar?

Kejadian itu membuat saya sempat takut. Takut untuk pergi kuliah jauh dari rumah, TAPI, ternyata saya punya support system yang baik dan terbaik. Yup, support system terbaik saya adalah ibu. Sejak masuk SMA, beliau selalu pake pendekatan-pendekatan yang bikin saya jadi nyaman untuk bercerita. Apapun masalahnya. Terutama soal cowok dan how to menjalin hubungan menuju saya yang akan merantau untuk kuliah.

Trus hubungannya dengan film ini?

Salah satu karakter di dalam film ini mengingatkan saya dengan ibu. Karakter Ibu Bima yang diperankan oleh Cut Mini lebih tepatnya. Sinisnya, galaknya, perhatiannya, sampai how she manage herself through shitty social, itu ibu saya banget!

Bahkan ketika Ibu Bima ini menyindir Bima soal “air panas”…itu yang hampir setiap hari ibu saya katakan!
Photo by Starvision
Well, dari sekian banyak momen yang bikin nangis selama menonton, ada satu momen yang paling pol bikin air mata nggak berhenti selama beberapa menit. ALERT! Soft spoiler, yaitu saat Bima yang sudah mengaku menghamili anak orang  bilang, "Bima selalu mendoakan kalau Bima masuk neraka, ibu nggak ikut masuk juga." Lalu sambil menata dagangan (see, years ago pun ibu juga melakukan hal ini!) Ibu Bima bilang, “Kalau ibu selalu berdoa supaya Bima masuk surga."

NYESSSS. Remuk hati saya mendengarnya.

In some way, saya juga merasakan betapa sulitnya di posisi Bima. Dulu waktu masih SMA, saya sempat melakukan kesalahan. Takutnya setengah mati hanya untuk bilang dan justru berakhir ditutup-tutupi. Tapi akhirnya saya berani bilang dan ibu bukannya marah, tapi malah merengkuh saya lebih erat dan nggak meninggalkan saya.

Ngomongin soal meninggalkan, rasanya saya harus membahas hubungan Dara dan ibunya

Photo by Starvision
Di dalam film ini, Ibu Dara diperankan oleh Lulu Tobing, seorang wanita karir yang merasa sudah gagal mendidik Dara. Ada di salah satu scene, Ibu Dara meninggalkan putrinya setelah tahu soal kehamilan Dara. Saat itu saya merasa marah sekali.

Kenapa sih malah ditinggalin? Bukannya inilah saat-saat Dara sedang butuh banget sosok ibunya?

Tapi heyyyy, filmnya smooth banget menceritakan betapa beratnya seorang ibu belajar menerima kenyataan soal kehamilan di luar nikah anak gadisnya. Di luar jalan pikiran Ibu Dara yang lain (yang bikin saya juengkel setengah mati), ternyata ada satu sisi yang buat saya kembali mengingat ibu dan catatan penting bahwa sebangsat apapun kelakuan anak, kasih sayang seorang ibu akan tetap sama. Meski kadang ibu butuh waktu untuk mencerna semua.

Buat kamu yang sensitif, melankolis dan gampang nangis, film ini jelas akan menguras air mata. Namun terlalu sayang kalau kalian melewatkannya!

Saya paling sebel kalau ada teman yang nyeletuk, “Hah, kamu nangis liat film itu? Kok bisa sih?” Ya mohon maaf aja nih, kan beda kepala beda interpretasi. Beda perasaan juga dalam merasakan sesuatu.

Begitu pula ketika saya menonton film ini. Adalah seseorang yang dengan clueless-nya nyeletuk seperti itu saat saya sibuk menyeka air mata. Saat adegan tengah syahdu pula! Padahal menurut saya, bisa menangis saat menonton film adalah salah satu sensasi yang dahsyat banget. Selain bisa bikin saya lega, film- film yang sukses bikin saya menangis memang biasanya luar biasa.

Contohnya Keluarga Cemara, dimana saat saya mendengar dehaman suara Abah di menit pertama aja saya sudah berlinang air mata.

Jadi, buat kalian yang sensitif, melankolis dan gampang nangis, jangan takut untuk nonton film-film terbaik seperti film Dua Garis Biru ini. Meski premis ceritanya biasa, tapi yakin deh kalian nggak akan menyesal selama 2 jam disuguhkan bagaimana seluruh kru film berjibaku mengurai premis sederhana menjadi sebuah cerita.

Ini pengalaman saya saat menonton film Dua Garis Biru. Meneteskan air mata, ingat ibu dan bete dengan mereka yang sibuk bertanya lu nangis, Rin? Kok bisaaaa~

Terakhir, ada sebuah quote untuk kamu semua:

"Menjadi ibu itu bukan perkara hamil sembilan bulan sepuluh hari, tapi seumur hidup!" 
- Ibu Dara.


Love,







PS. Kalian akan dibuat geleng-geleng kepala sama Bima dan pemahamannya soal Dua Garis Biru. Rada asyu memang si Bima ini di akhir-akhir cerita. Tapi thumbs up untuk Zara dan Angga Yunanda.

Feature image by Starvision Plus on Instagram

0 Comments:

Posting Komentar

Halo! Thank you udah baca tulisan ini sampai habis. Any comments?