8 Agu 2019

Soal Berhijab dan Rambut Berwarna



Di umur seperempat abad, memang ada-ada aja hal ajaib yang datang. Kali ini bukan soal quarter life crisis yang sering dialami ketika umur 25-an, tapi tentang keputusan paling impulsif sejagad raya tapi berhasil membuat saya puas dan berkali-kali bilang, “Wow, you are brave enough!

Jadi sudah dua bulan ini saya sedikit bertransformasi menjadi manusia baru. Nggak ding, hanya warna rambut saya yang baru. Nah kalau orang-orang biasanya mewarnai rambutnya dengan warna netral seperti cokelat atau kemerah-merahan, saya dengan impulsifnya mewarnai rambut dengan warna…

BIRU!

Nggak, kamu nggak salah baca. Iya, sudah dua bulan ini saya adalah mbak-mbak dengan rambut setengah biru. Mbak-mbak yang kalau di kosan selalu dipandangi lebih lama sama penghuni lain,untuk memastikan warna di rambut saya :D

Dan seperti yang tertulis pada judul, saya mengenakan hijab. Keputusan saya mewarnai rambut dengan keseharian saya yang berhijab terdengar agak nyeleneh memang. Bahkan bisa dikatakan “aneh” karena nggak lazim. Atas anggapan ketidaklaziman ini, jadilah selama dua bulan ini saya diam-diam berhasil melakukan eksperimen sosial berupa cewek berhijab yang mewarnai rambutnya (biru pula!).

Dari hasil eksperimen sosial selama hampir dua bulan (atau lebih ya?) ini, saya mendapati beberapa tanggapan soal cewek berhijab yang mewarnai rambutnya. Penasaran kan? Ini dia!


Pertama, kaget tapi ikutan seneng dengan keputusan “besar” ini

Bagi saya, mengganti warna rambut adalah salah satu keputusan terbesar dalam hidup saya. Apalagi dengan track record sebagai anak minim nakal. Dan ketika saya memberitahu soal kabar pergantian warna rambut plus sneek peak sama sahabat-sahabat dan ibu saya, semua jelas kaget tapi dari raut wajah mereka terlihat senang dengan keputusan ini.

“Gila, Rin! Edan! Eh tapi bagus banget warna rambutnya. Jadi pengen deh~”

“Impulsif banget sik jadi orang, tapi serius, aku jadi makin pengen ngecat rambut juga. Warna abu-abu tapinya…”

“Panutanku deh dalam cobain hal-hal baru!”

Ketiga tanggapan tersebut saya dapatkan dari sahabat-sahabat saya. Mendengar tanggapan mereka yang luvly seperti ini, makin membuat saya semakin puas dengan keputusan ini.

Pun dengan tanggapan ibu saya. Meski awalnya muring-muring karena tahu biaya mewarnai rambut hampir seharga sewa kosan sebulan, tapi akhirnya beliau kepo juga.

“Mama juga kayaknya bagus ya kalau rambutnya jadi merah burgundy gitu. Atau agak cokelat es krim gitu juga kayaknya bikin awet muda ya mbak?”

Tapi mohon maaf nih, warna cokelat es krim yang dimaksud sampai sekarang saya belum tahu yang seperti apa -_-

Kedua, ada yang mengira saya udah nggak pakai hijab lagi

Memang sih banyak orang yang mengganti warna rambut mereka untuk “tampil” di hadapan khalayak. Kibas rambut sana-sini dan menarik perhatian orang lainnya. Atas fenomena ini dan keputusan saya mengganti warna rambut, ada beberapa saudara (cewek) yang bilang kalau saya melepas hijab. Sambil cengengesan saya bilang kalau mewarnai rambut ini pure keputusan sekaligus salah satu wishlist saya ketika masuk umur 25. Sama sekali nggak ada maksud untuk melepas apa yang sudah saya kenakan bertahun-tahun lamanya.

Sebenarnya analogi mewarnai rambut dengan melepas hijab termasuk masuk akal sih. Toh banyak dedek-dedek sekolahan yang seperti ini kan? Namun mohon maaf sekali lagi buat para saudara yang sebenarnya nggak deket-deket amat dengan saya, biru-biru di warna rambut saya ini belum terlalu kuat untuk menanggalkan hijab hehe.

Ketiga, cewek pakai hijab harusnya nggak usah warnai rambut segala

Tanggapan ketiga ini hampir buat saya gregetan, tapi untung disampaikan tidak secara langsung. Jadi ceritanya saudara-saudara udah tahu kalau saya habis warnai rambut, biru lagi warnanya. Nah ada satu orang yang memuji tapi keceplosan menyampaikan pesan sang swami tentang cewek berhijab yang mewarnai rambut ini. Katanya:

“Bagus banget, ih. Tapi sayang, Mas XXX nggak kasih izin buat warnain rambut. Katanya buat apa diwarnai, wong akhirnya juga ditutupi~”

Sebagai penganut konsep my body my authority (plus belum bersuami) saya jelas tidak setuju dengan pendapat suami saudara saya ini. Apalagi dengan kalimat terakhirnya. Menurut saya itu sama aja dengan kenapa sih harus cobain makan makanan fancy, wong nantinya bakal sama-sama dikeluarin lagi.

Dari ketiga jenis tanggapan terkait warna rambut saya yang notabene berhijab ini, saya bisa menyimpulkan beberapa hal. Pertama, menyenangkan diri sendiri belum tentu juga bisa menyenangkan orang lain. Jadi ya stick on our plan and just do the best. Toh kita-kita ini nggak akan pernah bisa menyenangkan semua orang-orang ini kan? Nah yang kedua adalah focus on people who loving and appreciate you. Bukan malah fokus sama orang lain dan omongannya yang kadang asal keluar gitu.

Last but hell yeah this is gonna be the last on this one, berhijab atau tidak, saya rasa semua orang berhak melakukan apapun pada tubuhnya. Pun dengan rambut biru saya.

Lots of love,

1 Comments:

Halo! Jangan lupa tinggalkan komentar, siapa tahu kita bisa diskusi bersama. Mohon tidak meninggalkan link hidup ya. Thankyou :)