Milly & Mamet - Ngomongin Sosok Milly dan Mama



Disclaimer: ini review yang nggak seratus persen ngomongin filmnya, tapi juga dampaknya ke saya sebagai anak mama.

Begitu tahu film garapan Ernest Prakasa ini rilis di akhir tahun, saya berkomitmen dalam hati. Saya mau nonton film ini sendiri. Kenapa? Soalnya saya ingin menjadikan momen nonton film Milly & Mamet ini awalan untuk menggapai mimpi saya di tahun 2019. Iya, salah satu mimpi saya di tahun depan adalah berani melakukan segala sesuatu sendiri, termasuk nonton film, makan, ke salon bahkan servis motor!


Cus ke filmnya…

Film ini menceritakan tentang AADC Universe yang mengambil sisi kehidupan pasangan Milly dan Mamet. Mereka punya anak, tinggal terpisah dari keluarga dan Mamet punya pekerjaan ciamik sebagai kepala konveksi milik keluarga. They lived as happy as another little family! Sampai suatu hari Mamet memilih menekuni passion-nya dan Milly yang tadinya bankir trus resign dan jadi ibu rumah tangga, harus kembali bekerja. Bapak ibu kerja, anaknya jadi nggak keurus dan sering dititipkan ke asisten rumah tangga.

Ada yang familiar dengan kisah seperti ini?

SAMA, SAYA JUGA.

Ini mirip banget kayak apa yang terjadi di keluarga saya. Dua puluh tahun yang lalu…

Gif by giphy.com

Dulu saya sempet protes ke mama, "Kenapa sih Mama nggak jadi ibu rumah tangga aja?"

Dari kecil saya sudah biasa dititipkan ke banyak orang dalam lingkar keluarga. Mulai dari eyang kakung-eyang putri, om, bulik, temennya orangtua, sampai tetangga. Pun saat sudah sekolah saya ‘dilepas’ nggak kayak anak-anak lain yang diantar dan dijemput ibunya. Urusan bekal pun saya selalu bawa dari pagi. Lagi-lagi nggak seperti anak lain yang pas makan siang, bekalnya masih hangat karena baru diantar ibunya.

Oh dan satu lagi. Momen pembagian rapor pun Mama saya datang paling akhir. Karena harus kerja dulu baru sempat mampir ke sekolah. Saat itu saya pernah cemburu dan marah sekali. Kenapa sih mama nggak kayak ibu lainnya yang di rumah dan punya waktu lebih ke anak-anaknya?

Puluhan tahun setelahnya, apalagi saat dibawa ke kehidupan Milly dalam film ini, saya dihajar habis-habisan

Saya dihajar dengan sebuah pemahaman bahwa menjadi ibu itu tidak pernah mudah. Baik ibu rumah tangga maupun ibu yang bekerja. Saat akhir film, pikiran saya dibawa flashback ke tahun-tahun di mana saya marah sekali sama mama dan minta beliau berhenti bekerja. Apa yang dilakoni Milly saat kembali bekerja juga dialami Mama (bahkan mungkin lebih struggle lagi karena buntutnya sudah tiga—tiga anak red.). Saya dan kedua abang saya sering dititipkan, ketemu sama mama hanya bisa sore sampai malam, jarang sekali dianterin ke sekolah, ternyata semua ada maksudnya!

Kesibukan Mama saat itu ternyata jadi jembatan saya dan kedua abang saya sekarang. Jembatan untuk meraih apa yang kami cita-citakan. Kalau dulu Mama nggak bekerja (dan mengorbankan mimpinya lanjut kuliah) mungkin kami bertiga nggak akan bisa sekolah sampai perguruan tinggi. Kalau dulu Mama nggak melatih kami untuk hidup prihatin sejak kecil, mungkin kami bertiga nggak akan kenal sama istilah tahan banting.


Di luar teknis dan kekurangan lainnya, bagi saya film ini hanya punya satu kata: ngena!

Lewat review yang nggak sepenuhnya review ini, saya ingin mengucapkan tengs untuk Keluarga Prakasa yang udah menggambarkan sosok Milly beserta drama kehidupannya. Meski review lain banyak memuji dan mengkritik dari segi teknis, kekurangan, jokes yang banyak repitisi dan limpahan pemain sampai penyanyi Isyana Sarasvati pun ada, tapi bagi saya struggle-nya menjadi ibu yang harus bekerjalah yang paling ngena!

Mungkin kalau saya nggak nonton film ini, saya nggak akan pernah sadar kalau di balik bekal sekolah yang udah dingin pas makan siang, nggak pernah diantar jemput pas sekolah sampai kesibukan Mama yang lain, ada kasih sayang di dalamnya!

Buat Mama, yang mungkin akan baca, tengs sebesar-besarnya. Nggak kebayang hidup saya tanpa Mama. Nggak kebayang juga kalau dulu Mama nurutin kemauan saya untuk berhenti bekerja, sekarang saya bakal jadi apa. Pun saya nggak kebayang kalau saat itu saya di posisi Mama: punya anak tiga, harus kerja, masih ngurusin rumah, plus aktif di kegiatan sosial pula.

Ma, tengs udah mengorbankan sebagian mimpi Mama dan menjadi jembatan saya meraih mimpi-mimpi saya selama ini. Semoga apa yang Mama usahakan selama ini, bisa jadi cambuk saya untuk lebih baik lagi.

Mama yang pakai baju hijau toska sambil gendong saya di sela-sela waktu ngantornya~

Terakhir, untuk how strong Milly is, a whole story, jokes, plesetan, dan si Anjing yang ternyata kucing, saya berikan 8/10. Sebenernya mau kasih 7.5 tapi gara-gara kalimat "Yang kamu lakukan ke saya itu, jahit!" rasanya harus saya bulatkan ke skor 8.

Ps. Nggak perlu khawatir kalau kamu belum pernah nonton film Ada Apa Dengan Cinta. Saya juga belum pernah nonton sebelumnya tapi bisa terhanyut dalam kisah Milly dan Mamet di dalamnya.

Pss. Selamat menyambut tahun 2019 ya beb~

Love,






Gambar utama diambil dari sini.

3 Comments:

  1. Dear Mba Arin,
    aku Ruri yang biasanya duduk di samping kiri mejamu. :)

    Blogmu ini bagus sekali. Yang wordpress juga. Aku boleh tanya, nggak?
    Gimana perasaan hijrahmu ke platform ini dan apakah sejak awal kamu sudah mengonsepkan blog ini mau dibawa ke mana? Aku mainan blog sejak SMP, tapi kebanyakan cuma tulisan receh gitu. Tahun lalu aku memutuskan untuk hijrah ke platform berbayar juga, tapi selama setahun aku nggak tahu si platform ini mau aku apain. Jadi aku galau sekali. Aku lebih suka yang wordpress gratisan karena nggak ribet. Hiks.. Gimana ya?
    Kayaknya setelah hijrah ke sini, kamu nggak pernah lagi ya, nulis di wordpressmu~

    Thanks a lot!
    SIDAG RURAT

    BalasHapus
    Balasan
    1. RURI!!!
      Yampon aku baru buka blog nih huhuhu. Maap baru bales ya

      Iya nih sejak awal 2017 aku pindah ke domain berbayar. Niatnya mau jadi fulltime blogger dulu, tapi karena masih butuh pundi buat liburan akhirnya blogger jadi hobi aja deh HAHA.

      Eh nggak apa-apa lho kalau blogmu yang udah TLD isinya receh. Blog ini pun juga dulunya isinya super nggak penting. Terus nulis aja sesuka kamu di blog. Lama kelamaan nanti kamu bakalan nemu benang merah dari blogmu sendiri kok. Butuh waktu yang nggak sebentar sih. Aku dulu juga gitu, Rur.

      Soal blog yang wordpress itu khusus untuk review buku. Dulu pas kuliah aku nyambi jadi book reviewer soalnya. Tapi akibat time management-ku buruk banget, blog yang itu jadi nggak keurus deh.

      Pan-kapan ngobrol yuks soal blog. Pas di kantor juga gapapa haha

      Cheers,
      A.

      Hapus

Halo! Thank you udah baca tulisan ini sampai habis. Any comments?