Halo Nak, dari Ibu yang (Akan) 28 Tahun


Halo Nak? Apa kabar? Saat membaca surat ini, kamu lagi ngapain nih? Oh, ibu tebak! Mungkin kamu lagi bingung menentukan menu makan siang, karena dulu ibu juga sering begitu. Bahkan kadang ibu enggak tega dan berakhir membeli makan siang dua porsi, satu untuk ibu, satu untuk bapak delivery.

Eniweeeei, apapun yang kamu lakukan sekarang, terima kasih ya sudah memilih ibu sebagai tempatmu berasal. Zuzur, ibu enggak menyangka akan hadir seorang kamu dari rahim ibu. Soal bagaimana proses mengandung dan melahirkanmu, mari kita skip dulu. Di surat ini, ibu belum bisa menjawab itu.

Surat ini sengaja ibu tulis sebagai hadiah untuk diri ibu yang sebentar lagi akan menginjak 28 tahun. Jadi, ibu punya ritual pribadi yang cukup intim dengan diri ibu sendiri. Sejak umur 24 tahun, ibu rutin menulis surat untuk diri ibu sendiri. 

Dalam surat tersebut, ibu bercerita apa saja. Tentang harapan, ketakutan, mimpi hingga hal-hal receh tapi enggak ingin ibu lupakan. Salah satunya ada di surat menuju umur 27, di situ ibu mempertanyakan siapa yang akan menjadi ayahmu. TAPI sampai surat menuju 28 tahun ini dibuat, agak memilukan nih, karena seseorang yang ibu harapkan justru pergi meninggalkan HAHAHA #ciyan.

Melalui surat ini, ibu juga ingin menceritakan sesuatu. Jadi tahun ini, ibu bangga dengan diri ibu sendiri. Ada banyak keputusan (besar) yang berani ibu ambil. Salah satunya adalah keluar dari zona nyaman dan menyeret diri kembali ke perantauan. 

Ya, akhirnya ibu merantau (lagi) meski saat ini kotanya lebih jauh lagi dari rumah. Ibu kasih tahu, dulu, kota ini begitu intimidatif. Ibu bahkan sempat takut saat ditugaskan hanya beberapa hari di kota tersebut. Gedung tinggi, ritme hidup yang serba cepat, hingga berbagai gemerlap, dulu membuat sempat membuat ibu ciut, mengkerut.

Namun sekarang sudah enggak lagi. Ibu bahkan sudah di tahap acuh saat dihadapkan dengan gagahnya gedung tinggi dan gemerlap dunia. Ibu berpikir, “Lah, isinya pasti sama aja. Isinya paling orang-orang yang sibuk merutuk jumlah Syopipay yang selalu kurang, sehingga gratis ongkir tak bisa didapatkan (Tokped ninu ninu!).”

Dan satu hal lagi, ibu berhasil menciptakan jarak dengan orang-orang terdekat ibu. Ternyata jarak itu menyembuhkan. Meski harus menanggung rindu, jarak mengajarkan kita tentang pentingnya makna pulang. Jadi, besok kalau kamu dapat tawaran belajar ke tempat yang jauuuuh atau bahkan diajak pacar LDR-an, iyain aja dulu! 

Lalu ibu mau cerita, tentang ketakutan di umur akhir 20an. Menginjak umur 28 ini ibu takut belum bisa membahagikan orang-orang terdekat ibu. Utimu, kakungmu, pakde-pakdemu, sampai sepupumu. Apalagi saat ibu menengok ke belakang, sering terpikir, “hah, baru gitu doang?”

Ibu tahu, hal tersebut enggak baik diratapi lama-lama. Namun ketakutan ini pintar sekali mengambil jeda. Bahkan ketika ibu sudah berhasil mencapai sesuatu, ada saja pikiran yang menuju ke sana. Aduh, tolonglah nak, ini gimana ibu mengatasinya?

Dahlah, cukup itu dulu dari ibu. Esok (entah kapan) saat kamu sudah lahir ke dunia, tolong sesekali beri ibu kejutan ya dengan ayahmu. Jangan lupa bilang ke ayahmu, jangan beli kado yang mahal-mahal. Cukup staycation bertiga, cuma tempatnya kalau bisa di luar Indonesia #digetok.

Terima kasih ya nak, sudah membaca surat ibu sampai selesai. Kalau sudah besar nanti, kamu bisa melanjutkan rutinitas berkirim surat untuk diri sendiri seperti ini. Zuzur nak, membaca surat-surat ibu untuk diri sendiri yang terdahulu itu candu.

Kita bertemu di surat selanjutnya, jangan bosen baca ya. Awas aja :)


Ditulis di kereta, dalam rangka mudik yang pertama (dalam hidup)

Love, ibu <3



1 Comments:

Halo! Thank you udah baca tulisan ini sampai habis. Any comments?